Oleh : Fahmi, Wartawan Media Nasional CEO Indonesia Kal-Sel.
Dalam memyikapi pasca Banjir di Kab.Banjar Martapura (Kal-Sel) Kholilul Rahman dalam permyataannya bahwa menurut bupati bahwa banjir sudah ada semenjak ia lahir dan bukan lagi dapat dikatakan sebagai musibah, menurutnya DKI saja yang memiliki anggaran 75 Triliun sampai sekarang tidak mampu mengatasi banjir apalagi dengan anggaran kita, bisa terjual celana pendek ujar Bupati Kab.Banjar Martapura Kal-Sel dalam rekaman vidio yang berdurasi beberapa menit. Plesetan ini dinilai sementara kalangan tidak tepat dan tidak layak diucapkan oleh seorang bupati dan takutnya bisa memunculkan opini dugaan DKI gagal mengatasi Banjir.
Banjir adalah gejala alam yang sulit untuk diprediksi (difficult to predict) kapan berlangsung dan berhentinya karena banjir adalah fenomena alam yang dapat terjadi kapan saja. Meskipun demikian manusia diberikan ilmu pengetahuan untuk mengetahui dan mencari solusi agar dampak banjir dapat ditanggulangi secara ini.
Kalau masalah dana anggaran yang dialokasikan itu sifatnya dinamis dan boleh dikatakan minim dan tidak cukup untuk membiayai dampak banjir yang secara mendadak terjadi. Tetapi di dalam APBD Pemerintah Kab.Banjar terdapat item indikator keluaran yang dikhususkan untuk perbaikan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pencegahan secara dini banjir, misalnya pembuatan gorong – gorong atau tempat saluran aliran air yang tergenang agar mengalir
ke sungai kecil dan sungai besar, pengerukan sungai yang sudah dangkal agar dapat menampung luapan air hujan yang tinggi. Dan bupati bisa saja memberikan himbauan agar setiap rumah – rumah dan toko-toko agar memperhatikan saluran air agar tidak tergenang dan berbagai cara lainnya.
Perkataan bupati Kab. Banjar Kholil tersebut dinilai kurang tepat karena membandingkan penanggulangan dengan DKI Jakarta yang justeru berbeda kriterianya, apalagi berpatokan kepada minimnya dana. Seharusnya aktivitas prioritasnya adalah bagaimana solusi penanggulangannya bukan menunjukan sikap keputusasaan atau
bersikap pasrah (let go) dan sikap ini tidak mencerminkan sebagai seorang pemimpin yang bertanggung jawab atau ” leader who is not responsible ” terhadap rakyat yang terkena musibah.
(Fahmi, Wartawan Media Nasional CEO Indonesia Kal-Sel).