Oleh :: H.Dudung A.Sani,SH.M.Ag
Tim Lawyer Pers Media Nasional
CEO Indonesia Perwakilan Kal-Sel.
Tujuan dari pilkada adalah untuk mendapatkan pemimpin daerah yang berkualitas serta mampu melaksanakan program- program kegiatan yang diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan serta dapat memajukan daerah kearah yang lebih baik, sesuai harapan masyarakat daerah yang dipimpin
Debat publik hasil perolehan suara sudah bukan menjadi rahasia umum lagi setelah selesai pilkada, kompetisi beralih ke MK dan para pihak penggugat dan tergugat sama-sama menyiapkan alat bukti dan dalil-dalil yang bakal dibawa kearena pertarungan di Mahkamah Konstitusi (MK). Political climate ( Iklim politik ) yang demikian sudah menjadi musim yang kerap kali terjadi setelah pilkada.
Pertarungan para kandidat di Mahkamah Konstitusi biasanya didasari atas dasar kekecewaan atau kurang puasnya terhadap hasil keputusan KPU sehingga menggiring para kompetitor untuk menyelesaikan masalahnya di Mahkamah Konstitusi.
Fenomena pilkada yang sering terjadi adalah politik uang (money politics) dan kecurangan (fraud) dan kedua unsur inilah yang menghantarkan terjadinya sengketa pilkada yang berujung sampai ke Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi
Transaksiaonal dalam bentuk uang biasanya dilakukan oleh calon kandidat yang memiliki modal besar dalam berkompetisi sehingga mudah membeli suara dan mudah pula merengrut masyarakat pendukung dan pemilih. Dan bagi calon kandidat yang kurang modal ( lack of capital) terpaksa dengan cara yang jujur mengikuti pertarungan perebutan
political power (kekuasaan politik)
Larangan terhadap politik uang (money politics) sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
Pasal 187A ayat satu (1) disebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Meskipun larangan terhadap praktek money politics sudah dijelaskan dalam UU tetapi transaksional tetap berjalan mewarnai pilkada. Pertanyaannya adalah Apakah money politics bersumber dari masyarakat atau dari kandidat yang berkompetisi ? Ataukah pemahaman sistem demokrasi harus disosialisasikan lagi secara optimal agar masyarakat dan para kompetitor
terhindar dari praktek approach with money (pendekatan dengan uang) di dalam kompetisi pilkada.
Harus diakui secara jujur setiap peserta dalam perebutan kekuasaan
politik approach with money (pendekatan dengan uang)
merupakan tradisi yang tak mudah bisa dihilangkan begitu saja karena kontestasi sebelum dinobatkan sebagai calon sudah harus berhadapan dengan konpensasi (political dowry atau ” mahar politik” ) untuk mendapat dukungan dari partai politik dan tradisi ini tak bisa dipungkiri. Meskipun tidak semua parpol bersikap demikian, lagi pula ada cara lain tanpa melalui dukungan parpol yaitu melalui jalur independen.
Fakta ” Field Research ” pendekatan dengan uang lebih mendominasi daripada kesadaran masyarakat tanpa melalui transaksional namun tidak semua masyarakat patut
di duga seperti ini karena masih banyak masyarakat yang sadar dan taat kepada aturan perundang – undangan , mendukung dan memilih berdasarkan penilaian karakter dari calon kandidat dan melihat dari visi dan misi calon kandidat yang dianggap baik buat kemajuan daerah.
( H.Dudung A.Sani,SH.M.Ag
Tim Lawyer Pers Media Nasional
CEO Indonesia Perwakilan Kal-Sel ).