Tim Advokat Pers Majalah CEO
Indonesia Laporkan Oknum JPU Kejari Martapura ke Presiden dan Badan Penegakan Hukum Terkait
(di duga tidak cermat dan tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan).
MAJALAHCEO.COM – MARTAPURA – Hari Kamis tanggal 26 November 2020 pukul 16.00 wita tim advokat kuasa hukum Camat Aluh – Aluh Kab. Banjar Kal-Sel bacakan pledoi /nota pembelaan atas tuntutan JPU Gusti Rakhmad Samudera,SH dan Joko Firmansyah,SH
No. reg. Perkara : PDM -059/MARTA/EKU2/11/2020 terhadap Syaifullah Effendi.
Dalam kesimpulan pledoi atas fakta persidangan adalah sebagai betikut :
(1). Bahwa diketahui tidak ada satupun saksi maupun alat bukti lainnya yang didasarkan atas fakta persidangan yang dapat menerangkan tentang adanya tindak pidana sebagaimana yang didakwaan Jaksa Penuntut Umum, sehingga dakwaan yang tidak terdapat bukti secara sah dan meyakinkan maka sudah sepatutnya terdakwa dinyatakan tidak bersalah dan dipulihkan hak-haknya sebagaimana ketentuan perundang-undangan;
(2). Bahwa diketahui keterangan saksi pelapor Kasmayuda yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 27 KUHAP tentang suatu peristiwa yang ia lihat sendiri , ia dengar atau diketahuinya secara langsung, Maka keterangan saksi tersebut merupakan testemonium de auditu yang demi hukum haruslah dikesampingkan (di duga berbohog atau memberikan keterangan palsu) dan saksi tersebut telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan tidak sah diambil keterangannya
(3). Bahwa diketahui tidak ada satupun saksi maupun alat bukti lainnya yang didasarkan atas fakta persidangan yang dapat menerangkan tentang adanya tindak pidana sebagaimana yang didakwaan Jaksa Penuntut Umum, sehingga dakwaan yang tidak terdapat bukti secara sah dan meyakinkan maka sudah sepatutnya terdakwa dinyatakan tidak bersalah dan dipulihkan hak-haknya sebagaimana ketentuan perundang-undangan.
Menurut keterangan ahli Prof.Hadin Muhjad, S.H.,M.H., seorang Guru besar Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin dalam persidangan , yang mempunyai kompetensi dibidang hukum tata Negara dan hukum administrasi yang tentunya sangat memahami maksud, tujuan dan politik hukum dalam UU Pilkada yang notabene sebagai produk hukum tata Negara dan hukum administrasi hendaknya menjadi alat bukti yang dapat menjadi sandaran majelis hakim dalam memutuskan mengingat derajat keterangan ahli dalam Pasal 184 KUHAP pada tingkat kedua, dan tuntutan JPU terhadap tersangka tidak tepat dan salah sasaran.
(4). Bahwa mencermati surat tuntutan JPU ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan fakta persidangan seperti dalam hal tanggapan terdakwa terhadap keterangan saksi yang sebenarnya berupa keberatan atau tidak tahu justru ditulis dengan terdakwa membenarkan.
Selain itu ketidak cermatan JPU dalam membuat surat tuntutan dengan mencantumkan kalimat pengurangan masa penahanan bagi terdakwa dan Pasal 22 ayat (4) KUHAP mengenai tindakan penahanan bagi terdakwa dalam bagian kesimpulan, padahal Terdakwa sejak awal mula penyidikan tidak pernah dilakukan penahanan mengingat tidak adanya dasar yuridis dalam melakukan tindakan penahanan.
Hal demikian menunjukkan ketidakprofesionalan JPU dalam menjalankan tugasnya sebagaimana anamat UU. No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, padahal dalam melakukan penuntutan bagi terdakwa adalah menyangkut hak asasi manusia yang harus menjunjung tinggi prinsip hukum dan keadilan.
Maka diketahui bahwa tindakan JPU dalam menuntut Terdakwa sebagaimana uraian di atas adanya kesan tergesa-gesa dan tidak berdasar hukum dan sehingga patut diduga hal demikian dalam upaya mengkriminaliasi Terdakwa sehingga harus diungkap apa yang melatarbelakangi keadaan demikian yang mana akan kami uji melalui upaya yang patut melalui pranata hukum yang ada dan pelaporan dan perlindungan hukum bagi terdakwa kepada Presiden RI , Komisi III DPR RI, Jaksa Agung Republik Indonesia, Komisi Kejaksaan, KOMNAS HAM dan badan-badan lain yang berkaitan.
(Sugian Noor, Wartawan Media Nasional CEO Indonesia)